KH Muhammad Nuh MSP: MUI, Rumah Besar Umat Islam

Sejarah dan Peran MUI dalam Kehidupan Beragama di Indonesia

Pada 26 Juli 2025, Majelis Ulama Indonesia (MUI) genap berusia 50 tahun. Sejak didirikan, MUI telah menjadi lembaga yang memiliki peran penting dalam memandu kehidupan beragama dan berbangsa di Indonesia. Awalnya, MUI dipimpin oleh Buya Hamka, seorang tokoh ternama yang dikenal dengan pemikiran dan kepemimpinan yang visioner.

Selama masa pemerintahan Soeharto, MUI menghadapi tantangan besar karena pola kepemimpinan yang militeristik serta adanya kepentingan politik dari pemerintah. Banyak orang khawatir bahwa MUI hanya akan menjadi alat untuk membenarkan kebijakan pemerintah. Namun, keyakinan tersebut tidak terbukti. MUI tetap menjaga kemandiriannya sebagai lembaga yang mewakili suara umat Islam dan memberikan panduan berdasarkan prinsip-prinsip agama.

Read More

Salah satu peristiwa penting dalam sejarah MUI adalah ketika Buya Hamka harus mundur dari jabatan ketua setelah muncul polemik terkait fatwa MUI yang melarang umat Islam mengikuti perayaan Natal. Fatwa ini menimbulkan dinamika yang cukup signifikan, sehingga Buya Hamka memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab atas keputusan yang diambil.

Di tengah berbagai peristiwa penting, MUI juga aktif dalam menghadapi isu-isu yang berkaitan dengan kehidupan beragama. Contohnya pada tahun 1980-an, seorang akademisi dari Universitas Brawijaya Malang, Prof Tri Susanto, melakukan survei di beberapa swalayan. Hasil survei menunjukkan bahwa ada makanan dan minuman yang tidak mencantumkan informasi halal. Dari situasi ini, MUI langsung merespons dengan mendorong pemerintah untuk segera membuat regulasi yang mengatur penggunaan label halal.

Dalam konteks yang lebih luas, MUI menjadi rumah besar bagi umat Islam di Indonesia. Lembaga ini menjadi forum pertemuan, pemersatu, dan penyeimbang dalam berbagai peristiwa yang terjadi di negeri ini. Selain itu, MUI juga bertindak sebagai penjaga akidah umat Islam. Hal ini dibuktikan dengan fatwa MUI yang melarang ajaran Syiah di Indonesia karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran Ahlu Sunnah Wal Jamaah.

Toleransi antar umat beragama juga menjadi salah satu perhatian utama MUI. Lembaga ini aktif dalam mendukung kerukunan antar umat beragama, baik melalui partisipasi dalam acara-acara yang diselenggarakan pemerintah maupun melalui berbagai inisiatif lainnya. MUI menunjukkan komitmen kuat untuk menjaga harmoni dalam masyarakat yang majemuk.

Sejarah MUI mencerminkan perjalanan panjang dalam membentuk identitas dan nilai-nilai keislaman yang relevan dengan kondisi sosial dan politik Indonesia. Dengan dedikasi dan visi yang jelas, MUI terus berperan sebagai institusi yang mampu menghadapi tantangan dan menjaga stabilitas dalam kehidupan beragama.